Erau
adalah sebuah tradisi budaya Indonesia yang dilaksanakan setiap tahun
dengan pusat kegiatan di kota Tenggarong, Kutai Kartanegara. Erau berasal dari bahasa Kutai,eroh yang artinya ramai, riuh,
ribut, suasana yang penuh sukacita. Suasana yang ramai, riuh rendah suara
tersebut dalam arti: banyaknya kegiatan sekelompok orang yang mempunyai hajat
dan mengandung makna baik bersifat sakral, ritual, maupun hiburan.
Kegiatan
ini pertama kali dilaksanakan pada upacara tijak tanah dan mandi ke tepianketika Aji Batara Agung Dewa
Sakti berumur 5 tahun
Selain
sebagai upacara penobatan raja, juga untuk pemberian gelar dari raja untuk
tokoh yang berjasa
Setelah
berakhirnya kesultanan Kutai pada tahun 1960, Erau tetap dilaksanakan sebagai
pesta rakyat untuk melestarikan tradisi Kutai
Acara
ini menjadi agenda rutin untuk memperingati hari jadi kota Tenggarong
Erau
terakhir yang diperingati menurut tata cara kesultanan dilaksanakan pada tahun
1965 ketika diadakan upacara pengangkatan putra mahkota kesultanan Kutai
Kartanegara, Aji Pangeran Adipati Praboe Anoem Soerya Adiningrat
Erau
untuk pelestarian budaya baru diadakan tahun 1971 atas prakarsa bupati Kutai
saat itu, Drs.H.Achmad Dahlan
Upacara
Erau dilaksanakan 2 tahun sekali
Atas Petunjuk Sultan Kutai Kartanegara yang
terakhir, Sultan A.M.Parikesit, Maka Erau dapat dilaksanakan dengan kewajiban tidak
boleh melakukan upacara penobatan dan tijak
kepala
Pada pembukaan Erau akan ditandai dengan penyalaan 7 buah brong (obor dari pohon aren), dan dimeriahkan dengan tari massal.
Pada pembukaan Erau akan ditandai dengan penyalaan 7 buah brong (obor dari pohon aren), dan dimeriahkan dengan tari massal.
Pada pelaksanaannya, terdapat 3 macam Erau adat dalam lingkup
kesultanan Kutai, yaitu :
1. Erau
Tepong Tawar, dilaksanakan oleh kerabat keraton pada waktu
tertentu berdasarkan keinginan pada suatu pekerjaan. Pada pelaksanaan ini, raja
bergerak bebas tidak memiliki batasan.
2. Erau
Pelas Tahun, dilaksanakan oleh kerabat keraton yang berhubungan
dengan aktivitas rakyat, ditujukan untuk membersihkan segala hal yang menganggu
kehidupan di permukaan bumi dalam suatu wilayah pekerjaan.
3. Erau
Beredar di Kutai, dilaksanakan oleh kerabat keraton dengan yang
di Erau kan adalah raja, yang ditandai dengan prosesi “Mendirikan Ayu” dan
diakhiri dengan prosesi “Merebahkan Ayu”. Erau memiliki tahap pra prosesi dan
prosesinya.
Pra prosesi memiliki beberapa ritual pendahuluan sebagai upaya
untuk membuka komunikasi kepada alam gaib yang diyakini ada dan dapat saling
memberikan manfaat dalam kehidupan nyata. Adapun tahap pra prosesi Erau sebagai
berikut :
1. Besawai,
proses komunikasi terhadap hal-hal gaib yang dipercaya menghuni seluruh negeri.
Besawai dilakukan oleh sepupuh yang mengerti tentang hal-hal gaib.
2. Beluluh,
ini adalah tahapan dimana Sultan membersihkan diri dari unsur-unsur jahat, baik
yang yang beruwujud maupun tak berwujud.
3. Menjamu Benua, pada
tahap ini Dewa (orang yang ditunjuk untuk melakukan prosesi adat ritual )
diberi tugas untuk memanggil atau memberitahu mahluk halus. Prosesi ini
dilakukan setelah Dewa menghadap Sultan untuk mendapat restu, dan kemudian
menuju ke Kepana Bena yang berda di bagian hulu kota Tenggarong, diiringi
tabuhan gamelan dan gendang.
4. Merangin,
ini dilakukan selama 3 hari setelah proses Menjamu Benua di Serapo Belian.
Merangin merupakan ritual yang dilakukan dengan tarian yang dilakukan oleh
Belian dengan mengelilingi Benyawan (rumba) sambil memegang tali – tali yang
ada di benyawan.
5. Ngalak
Air In Kutai Lama, utusan para Dewa dan Belian pergi dari
Tenggarong ke Kutai Lama melewati Sungai Mahakam sambil membawa guci yang
berisikan air.
6. Ngatur
Dahar, dilakukan pada malam hari setelah prosesi Ngalak Air in
Kutai Lama. Pada malam ini masuk ke ritual Merangin malam ketiga.
Setelah upacara pra prosesi selesai, dilaksanakan upacara Erau
berikut ini :
1. Mendirikan
Ayu, pada tahap ini dihamparkan Sehidang Jalik dan diatasnya
dihiasi Tambak Karang dengan motif naga biasa dan naga kurap sera seluang mas
berwarna-warni. Pada Tambak Karang ini terdapat 4 ekor naga yang masing-masing
menghadap 4 sudut luar dan di bagian tengah bermotif taman, sedangkan bagian
lainnya terisi dengan seluang mas.
2. Bepelas,
sesudah prosesi Merangin, kemudian beranjak ke pusat keraton dan berputar-putar
7x di area Bepelas.
3. Ngalak
Air Tuli, prosesi mengambil Air Tuli di Sungai Kutai Lama
sebagai persembahan Ratu Karang Melenu sebagai legenda penduduk Kutai setempat.
4. Menyisikan
Lembu Suana, Tambak Karang yang bermotif bermotif Lembu Suana
diletakan di atas Jalik. embuatan Lembu Suana ini dari bahan beras yang
berwarna-warni sebanyak 37 warna, dan terlihat sangat tegas dan seakan-akan hidup.
5. Dewa
Belian Menjala, Dewa berdiri dari tempat duduknya dan menyeret
perahu berwarna kuning sambil mengelilingi area Tambak Karang.
6. Dewa
Menjuluk Buah Kamal, di atas kepala para hadirin terbentang
tali-tali yang memanjang dan terikat kuat, dengan jarak-jarak tertentu
bergelantungan kue-kue kampung yang dibuat dalam kantongan plastik. Hal ini
menggambarkan bahwa pohon yang berbuah Bawal/Kamal adalah pohon yang dapat
memberikan kehidupan dengan menghasilkan buah-buahan yang siap makan. Para dewa
mengambil sepotong kayu sebagai galah untuk memetik dan menggugurkan buah-buah
tersebut.
7. Seluang
Mudik, kerabat kesultanan menarikan Tari Kanjur dan diikuti
oleh hadirin dengan formasi beberapa lapis saling berlawanan arah yang
melambangkan kehidupan hewan air yaitu “Ikan Seluang” yang ada di Sungai
Mahakam.
8. Ngulur
Naga, disini ada Dua replika Naga yang terdiri dari tiga
bagian.
9. Beumban,
saat naga diluncurkan di Kutai Lama, mereka melakukan upacara Beumban di
keraton untuk Sultan dilakukan oleh Juri’at keturunan yang lebih tua walaupun
dari segi umur masih muda di lingkungan kerabat.
10. Begorok,
naga masih dalam perjalanan menuju Kutai Lama dan Beumban hamper selesai.
Dilanjutkan dengan upacara Begorok, juga dilakukan di dalam Keraton/Istana.
11. Rangga
Titi, dari keraton berputar ke Sungai Mahakam, didampingi oleh
para kerabat, sesampainya di pelabuhan yang telah tersedia Balai, Sultan
langsung duduk di atas Balai menghadap ke Sungai Mahakam yang diapit oleh 7
orang Pangkon laki dan 7 orang Pangkon bini.
Belimbur, Salah satu tahapan prosesi Erau
12. Belimbur,
Air Tuli dipercikan oleh Sultan kepada para hadirin, maka seluruh masyarakat
baik di tempat acara, di sepanjang jalan, gang, dari kota hingga ke desa
melakukan siram-siraman air.
13. Begelar,
adalah prosesi pemberian penghargaan kepada siapapun yang telah berjasa dalam
mendukung, mempertahankan, dan mengembangkan adat budaya di lingkungan
administratif Kesultanan Kutai Kartanegara.
14. Merebahkan
Ayu, prosesi terakhir, Pangkon Luar yang semula bertugas
dibagian luar telah bergabung masuk ke dalam istana dan duduk bersila di sebela
Pangkon Dalam. Sultan dan kerabat duduk berjejer menghadap ke tiang ayu yang
dikelilingi oleh Dewa dan Belian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar