Selamat Datang di Blog Budaya Kalimantan Timur

Selasa, 02 September 2014

Erau Dan Pelaksanaannya



Erau adalah sebuah tradisi budaya Indonesia yang dilaksanakan setiap tahun dengan pusat kegiatan di kota Tenggarong, Kutai Kartanegara. Erau berasal dari bahasa Kutai,eroh yang artinya ramai, riuh, ribut, suasana yang penuh sukacita. Suasana yang ramai, riuh rendah suara tersebut dalam arti: banyaknya kegiatan sekelompok orang yang mempunyai hajat dan mengandung makna baik bersifat sakral, ritual, maupun hiburan.

Kegiatan ini pertama kali dilaksanakan pada upacara tijak tanah dan mandi ke tepianketika Aji Batara Agung Dewa Sakti berumur 5 tahun

Selain sebagai upacara penobatan raja, juga untuk pemberian gelar dari raja untuk tokoh yang berjasa

Setelah berakhirnya kesultanan Kutai pada tahun 1960, Erau tetap dilaksanakan sebagai pesta rakyat untuk melestarikan tradisi Kutai

Acara ini menjadi agenda rutin untuk memperingati hari jadi kota Tenggarong

Erau terakhir yang diperingati menurut tata cara kesultanan dilaksanakan pada tahun 1965 ketika diadakan upacara pengangkatan putra mahkota kesultanan Kutai Kartanegara, Aji Pangeran Adipati Praboe Anoem Soerya Adiningrat

Erau untuk pelestarian budaya baru diadakan tahun 1971 atas prakarsa bupati Kutai saat itu, Drs.H.Achmad Dahlan

Upacara Erau dilaksanakan 2 tahun sekali


Atas Petunjuk Sultan Kutai Kartanegara yang terakhir, Sultan A.M.Parikesit, Maka Erau dapat dilaksanakan dengan kewajiban tidak boleh melakukan upacara penobatan dan tijak kepala

Pada pembukaan Erau akan ditandai dengan penyalaan 7 buah brong (obor dari pohon aren), dan dimeriahkan dengan tari massal.

Pada pelaksanaannya, terdapat 3 macam Erau adat dalam lingkup kesultanan Kutai, yaitu :

1. Erau Tepong Tawar, dilaksanakan oleh kerabat keraton pada waktu tertentu berdasarkan keinginan pada suatu pekerjaan. Pada pelaksanaan ini, raja bergerak bebas tidak memiliki batasan.
2. Erau Pelas Tahun, dilaksanakan oleh kerabat keraton yang berhubungan dengan aktivitas rakyat, ditujukan untuk membersihkan segala hal yang menganggu kehidupan di permukaan bumi dalam suatu wilayah pekerjaan.
3. Erau Beredar di Kutai, dilaksanakan oleh kerabat keraton dengan yang di Erau kan adalah raja, yang ditandai dengan prosesi “Mendirikan Ayu” dan diakhiri dengan prosesi “Merebahkan Ayu”. Erau memiliki tahap pra prosesi dan prosesinya.

Pra prosesi memiliki beberapa ritual pendahuluan sebagai upaya untuk membuka komunikasi kepada alam gaib yang diyakini ada dan dapat saling memberikan manfaat dalam kehidupan nyata. Adapun tahap pra prosesi Erau sebagai berikut :

1. Besawai, proses komunikasi terhadap hal-hal gaib yang dipercaya menghuni seluruh negeri. Besawai dilakukan oleh sepupuh yang mengerti tentang hal-hal gaib.
2. Beluluh, ini adalah tahapan dimana Sultan membersihkan diri dari unsur-unsur jahat, baik yang yang beruwujud maupun tak berwujud.
3. Menjamu Benua, pada tahap ini Dewa (orang yang ditunjuk untuk melakukan prosesi adat ritual ) diberi tugas untuk memanggil atau memberitahu mahluk halus. Prosesi ini dilakukan setelah Dewa menghadap Sultan untuk mendapat restu, dan kemudian menuju ke Kepana Bena yang berda di bagian hulu kota Tenggarong, diiringi tabuhan gamelan dan gendang.
4. Merangin, ini dilakukan selama 3 hari setelah proses Menjamu Benua di Serapo Belian. Merangin merupakan ritual yang dilakukan dengan tarian yang dilakukan oleh Belian dengan mengelilingi Benyawan (rumba) sambil memegang tali – tali yang ada di benyawan.
5. Ngalak Air In Kutai Lama, utusan para Dewa dan Belian pergi dari Tenggarong ke Kutai Lama melewati Sungai Mahakam sambil membawa guci yang berisikan air.
6. Ngatur Dahar, dilakukan pada malam hari setelah prosesi Ngalak Air in Kutai Lama. Pada malam ini masuk ke ritual Merangin malam ketiga.




Prosesi Yang Ada dalam Erau
Setelah upacara pra prosesi selesai, dilaksanakan upacara Erau berikut ini :

1. Mendirikan Ayu, pada tahap ini dihamparkan Sehidang Jalik dan diatasnya dihiasi Tambak Karang dengan motif naga biasa dan naga kurap sera seluang mas berwarna-warni. Pada Tambak Karang ini terdapat 4 ekor naga yang masing-masing menghadap 4 sudut luar dan di bagian tengah bermotif taman, sedangkan bagian lainnya terisi dengan seluang mas.

2. Bepelas, sesudah prosesi Merangin, kemudian beranjak ke pusat keraton dan berputar-putar 7x di area Bepelas.

3. Ngalak Air Tuli, prosesi mengambil Air Tuli di Sungai Kutai Lama sebagai persembahan Ratu Karang Melenu sebagai legenda penduduk Kutai setempat.

4. Menyisikan Lembu Suana, Tambak Karang yang bermotif bermotif Lembu Suana diletakan di atas Jalik. embuatan Lembu Suana ini dari bahan beras yang berwarna-warni sebanyak 37 warna, dan terlihat sangat tegas dan seakan-akan hidup.

5. Dewa Belian Menjala, Dewa berdiri dari tempat duduknya dan menyeret perahu berwarna kuning sambil mengelilingi area Tambak Karang.

6. Dewa Menjuluk Buah Kamal, di atas kepala para hadirin terbentang tali-tali yang memanjang dan terikat kuat, dengan jarak-jarak tertentu bergelantungan kue-kue kampung yang dibuat dalam kantongan plastik. Hal ini menggambarkan bahwa pohon yang berbuah Bawal/Kamal adalah pohon yang dapat memberikan kehidupan dengan menghasilkan buah-buahan yang siap makan. Para dewa mengambil sepotong kayu sebagai galah untuk memetik dan menggugurkan buah-buah tersebut.

7. Seluang Mudik, kerabat kesultanan menarikan Tari Kanjur dan diikuti oleh hadirin dengan formasi beberapa lapis saling berlawanan arah yang melambangkan kehidupan hewan air yaitu “Ikan Seluang” yang ada di Sungai Mahakam.

8. Ngulur Naga, disini ada Dua replika Naga yang terdiri dari tiga bagian.

9. Beumban, saat naga diluncurkan di Kutai Lama, mereka melakukan upacara Beumban di keraton untuk Sultan dilakukan oleh Juri’at keturunan yang lebih tua walaupun dari segi umur masih muda di lingkungan kerabat.

10. Begorok, naga masih dalam perjalanan menuju Kutai Lama dan Beumban hamper selesai. Dilanjutkan dengan upacara Begorok, juga dilakukan di dalam Keraton/Istana.

11. Rangga Titi, dari keraton berputar ke Sungai Mahakam, didampingi oleh para kerabat, sesampainya di pelabuhan yang telah tersedia Balai, Sultan langsung duduk di atas Balai menghadap ke Sungai Mahakam yang diapit oleh 7 orang Pangkon laki dan 7 orang Pangkon bini.

Belimbur, Salah satu tahapan prosesi Erau
12. Belimbur, Air Tuli dipercikan oleh Sultan kepada para hadirin, maka seluruh masyarakat baik di tempat acara, di sepanjang jalan, gang, dari kota hingga ke desa melakukan siram-siraman air.

13. Begelar, adalah prosesi pemberian penghargaan kepada siapapun yang telah berjasa dalam mendukung, mempertahankan, dan mengembangkan adat budaya di lingkungan administratif Kesultanan Kutai Kartanegara.

14. Merebahkan Ayu, prosesi terakhir, Pangkon Luar yang semula bertugas dibagian luar telah bergabung masuk ke dalam istana dan duduk bersila di sebela Pangkon Dalam. Sultan dan kerabat duduk berjejer menghadap ke tiang ayu yang dikelilingi oleh Dewa dan Belian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar